KUCING
AILA
Aila tergopoh-gopoh membawa
keranjang yang cukup besar. Entah apa yang ada di dalamnya. Sepertinya cukup
berat untuk dibawa gadis berumur sembilan tahun itu.
“Apa yang kamu bawa?”
Kei bertanya penasaran. Matanya menilik teliti keranjang yang dibawa adiknya
itu.
Aila tak menghiraukan
pertanyaan Kei. Ia langsung duduk di lantai, berselonjor. Rupanya Aila
benar-benar lelah.
“Coba buka saja!” Aila
mendorong keranjang itu ke arah kakaknya.
Kei mengernyit. Tercium
bau tak enak dari dalam keranjang. Dengan takut-takut ia membuka tutup
keranjangnya. Betapa terkejutnya Kei ketika ada yang meloncat keluar dari dalam
keranjang. Hampir saja menabrak wajahnya.
“Ku ... Kuciiiing?”
pekiknya sambil melompat ke atas kursi.
Aila terbahak-bahak melihat
kakaknya ketakutan. Sementara itu, kucing-kucing yang sama takutnya dengan Kei
berlarian panik. Mata bulat mereka terlihat lucu mengintip dari balik pot
bunga.
“Ish ish ... huuus!
Bawa sana kucingnya ah! Kamu ingin dimarahi ibu yah?” Kei berseru kesal.
Di dorongnya dengan
jijik keranjang tempat kucing tadi. Pantas saja bau tak enak tercium. Kedua
kucing itu rupanya tadi kencing di dalam keranjang karena ketakutan. Aila
memungut keranjang itu. Dengan perlahan ia menghampiri persembunyian kedua
kucing itu.
“Ayo sini Cat! Sini
Shiro!” Panggilnya lembut.
Kedua kucing itu malah
semakin dalam bersembunyi. Bau rumah itu masih asing bagi mereka. Lingkungan
yang baru membuat mereka takut dan panik. Cat dan Shiro tak berusaha keluar
dari balik pot. Mereka tampak bingung.
“Lapar mungkin
kucing-kucingmu itu,“ celetuk Kei, “yah, kan mereka seharian dikurung dalam
keranjang.”
Aila mengerucutkan
bibirnya. Menggoda Kei. “Wah wah ... si anti kucing tiba-tiba perhatian!”
Ledeknya.
“Wew, ah!” Kei membalas
ledekan adiknya. “Sana cepat bereskan dulu keranjangnya! Ibu nanti keburu
pulang.”
Kali ini Aila setuju
dengan kakaknya. Dengan lembut di gendongnya kedua anak kucing berusia tiga
bulan itu. Sayangnya dia lupa menyiapkan makanan khusus untuk bayi kucing.
Akhirnya Aila memberi mereka semangkuk susu putih. Dan mencampur nasi dengan
ikan goreng yang dilunakkan. Cat dan Shiro tampak asing dengan makanan yang
disediakan. Tapi karena lapar akhirnya mereka menghabiskannya.
Malam itu Aila tidur dengan kedua
kucingnya. Sebelumnya ia memandikan mereka dengan tisu basah terlebih dahulu.
Aila senang karena punya teman baru. Ibu memang sedikit tak setuju dengan
keinginannya memelihara kucing. Kata ibu tanggung jawabnya besar. Memelihara
bukan hanya sekedar mengajak bermain. Aila harus merawat Cat dan Shiro juga.
Memberinya makanan dan minuman yang bersih. Memandikan mereka dan membersihkan
tempat tidurnya. Aila berjanji akan merawat Cat dan Shiro dengan baik.
Seminggu pertama Aila memang menepati
janjinya. Setiap pagi ia menyelesaikan tugasnya terlebih dahulu sebelum
berangkat sekolah. Memberi makan kucing-kucingnya. Di siang hari biasanya Kei
atau Bi Inah yang memberi makan. Setiap pulang sekolah, tak lupa Aila
membersihkan badan Cat dan Shiro. Kedua kucing itu mulai kerasan tinggal di
rumah barunya. Lucunya, setiap Aila berangkat sekolah pasti saja diikuti oleh
mereka.
“Cat ... Shiro! Ayo
cepat pulang!” Seru Aila di setiap pagi kepada kedua kucingnya.
Cat dan Shiro hanya
diam sejenak. Kemudian mulai mengikuti langkah Aila lagi. Mereka lari
sembunyi-sembunyi. Cat sering berlari diantara rumput di pinggir jalan.
Sedangkan Shiro sering menyelusup ke kolong mobil. Matanya yang bundar
memerhatikan Aila. Mengambil kesempatan untuk membuntuti langkah gadis kecil
itu. Seringkali Aila harus pulang lagi ke rumah sambil menggendong kedua kucing
itu. Yah, Cat dan Shiro sangat lucu dan pintar. Bahkan bila Aila pulang sekolah
keduanya selalu berlari menyambutnya. Cat dan Shiro seolah hapal dengan suara
langkah Aila. Gadis kecil itu sungguh senang--melihat kedua kucingnya--berlarian
ke belokan jalan menyambutnya pulang.
Ibu memang benar memelihara binatang
butuh tanggung jawab yang besar. Setelah lewat dari seminggu, Aila mulai
sedikit melupakan tanggung jawabnya. Ia sangat sibuk di sekolah. Setiba di
rumah pun badannya terasa sangat lelah. Aila tak sempat lagi bermain dengan Cat
dan shiro. Tugas sekolah sangat menyita waktunya. Akhirnya kedua kucing itu
jadi tampak lebih kurus. Mereka kesepian karena tak ada teman bermain di rumah.
“Aila, lihatlah
kucing-kucingmu itu. Kelihatannya mereka kurang sehat,“ ujar ibu, “kamu tidak
lupa memberi makan mereka kan?”
Aila memberengut. “Ah
ibuu ... Aila sedang banyak tugas. Kenapa tidak Kei saja yang ibu suruh
mengurus Cat dan Shiro?”
“Kei sibuk, Aila. Kamu
tak boleh melemparkan tanggung jawab seperti itu sayang,“ timpal ibu kemudian.
Hanya bisa menarik napas—melihat Aila yang kembali sibuk di depan komputernya.
Cat dan Shiro mengintip
sedih dari balik tirai yang menghias pintu kamar Aila. Mereka sangat rindu
Aila. Walau gadis kecil itu mulai sering mengabaikan mereka, tetap saja kedua
kucing itu menyayanginya.
“Sepertinya Cat sakit
berat,“ Kei mengusap-usap badan Cat yang tampak lemah. “Kita harus membawanya
ke dokter.”
Aila hanya memandang
Cat sekilas. Tampak jelas kucing itu sakit. Tapi ia begitu terburu-buru hingga
tak sempat membelainya. Aila bergegas membuka pintu pagar. Tak disadarinya
Shiro mengikutinya. Shiro memandang Aila dengan sedih dari kolong mobil, dia
tak berani mengikuti lebih jauh lagi. Dilihatnya Aila membelok ke arah jalan
raya.
“Cat hilang. Aku sudah
mencarinya ke mana-mana,“ sorot Kei tajam. Dia kesal karena Aila acuh tak acuh.
Aila memandang Kei
dengan tatapan menyindir. “Nanti juga pulang dia. Mungkin mainnya agak jauh.”
Timpal Aila sambil lalu.
Tapi sampai dua hari
kemudian Cat tak kunjung pulang. Hingga hampir genap seminggu, dan Aila mulai
menyesal. Shiro jadi semakin kurus. Dia terlihat sedih karena kehilangan Cat.
Aila dan Kei setiap hari mencari Cat. Tapi kucing itu tampak lenyap begitu
saja. Kata Pak Ano, hansip di komplek, kucing bila sakit dan merasa ajalnya
telah dekat akan meninggalkan rumahnya. Karena kucing piaraan biasanya tak
ingin melihat majikannya bersedih.
Aila sangat terpukul dengan dengan
kenyataan bahwa Cat pergi meninggalkan rumah. Ia menyesal karena telah
mengabaikan kedua kucing piaraannya. Sedih rasanya karena kini tak ada Cat yang
mengantar dan menjemput di kala pulang sekolah.
“Masih ada Shiro,
sayang ...,” ibu mengusap airmata Aila. “Kau harus berusaha lebih memerhatikan
Shiro sekarang. Cat pasti senang bila tahu saudaranya ada yang menyayangi.”
“Kei memalingkan
wajahnya. Menyembunyikan airmata. “Aku akan membantumu merawat Shiro, Aila.”
Janjinya kemudian.
Aila memeluk Shiro
dengan erat. Seolah sebagai tanda maafnya, karena telah mengabaikannya. Shiro
mendengkur keras, diciumnya wajah Aila. Gadis kecil itu terharu, ia memeluk
Shiro semakin erat.
“Maafkan aku. Mulai
sekarang aku akan berusaha menjadi temanmu yang baik,” janji Aila pada Shiro.
Mata Shiro yang bulat memandang lekat Aila, seolah paham dengan kata-katanya.
Semenjak hari itu Aila
dan Shiro jadi sahabat yang tak terpisahkan. Gadis kecil itu benar-benar
menepati janjinya. Ia merawat Shiro dengan baik. Dan berusaha jadi teman bagi
kucingnya itu. Warga komplek sekarang tak merasa aneh lagi dengan tingkah laku
Shiro. Dia selalu mengantar Aila tiap pagi hingga ke belokan jalan. Dan
menjemputnya pulang pula di belokan setiap sore.
0 Komentar
Halo, dilarang spam yah. Maaf, kalau ada komentar tidak pantas mimin bakal langsung hapus.