Mengikuti langkah kaki kembali menginjak tanah Kota Kediri. Mengikuti kata hati kususuri keindahan kota ini hingga ke bagian yang jarang diminati. Tak pernah kuduga akan menemukan sebuah tempat penuh sahaja untuk memuaskan dahaga. Sebuah bangunan sederhana dari kayu di tepi ladang tebu. Kedai Dawet Jeporo mampu meminang minatku untuk kembali berpetualang kuliner di kota ini.
Gerobak dawet harga 3000 |
Lokasi Dawet Jeporo
Maps menunjukkan sebuah alamat di Sumberjoyo, Mangunrejo, Kabupaten Kediri, Jawa Timur 64171. Tempatnya strategis di pertigaan kecil jalan desa. Bagi penduduk asli daerah ini tentunya tidak sulit menemukan warung dawet ini. Berbeda dengan aku yang harus mengandalkan Maps. Itu pun masih bingung karena jalanan yang asing. Walaupun setahuku tidak begitu jauh dari Sumber Jiput.
Warung Sederhana Ini Pas Untuk Bersantai
Aku hanya bisa mengikuti gerakan motor saja karena tak hapal jalan menuju kedai dawet ini. Bangku-bangku kayu sudah tampak dari kejauhan. Pemboncengku memarkirkan kendaraan di depan warung yang terbuat dari kayu. Benar sangat sederhana, tapi sesuai seleraku. Aku sangat suka yang sederhana dan apa adanya.
Selalu penuh oleh penggemar dawet |
Di depan warung tampak sebuah gerobak kayu yang cukup kokoh bertuliskan Dawet Jeporo. Ada seorang bapak tua berwajah ramah yang menyapa kami. Pemboncengku memesan dua mangkuk dawet. Sedangkan aku tertarik dengan wangi gorengan panas. Begitu masuk ke dalam warung, panas dari penggorengan langsung menyergap. Aku suka suasana yang seperti ini.
Sebuah meja panjang dengan bangku panjang di kedua sisinya ada di sebelah kiri pintu masuk. Tepat di belakang gerobak dawet. Di tengah meja panjang berjajar piring besar yang berisi gorengan, nasi bungkus serta jajanan lainnya.
Dawet dan gorengang, pasangan serasi |
Sontak aku mencari ote-ote. Camilan gurih dari terigu dan sayuran ini ternyata masih berenang dalam penggorengan. Beruntung ibu penjualnya berbaik hati mengambilkan 3 buah untukku. Hmm. Aromanya sangat wangi, menendang-nendang lambung yang makin berontak. Seketika, rasa kangen pada kota kelahiran berkurang 20 persen. Apa kabar bala-bala di Jawa Barat sana?
Harga Murah, Rasa Tak Murahan
Katanya harga tak pernah mendustai rasa. Aku setuju dengan hal ini. Dawet Jeporo yang seharga 3000 rupiah ini rasa manisnya mampu menghilangkan rindu pada kampung halaman. Belum lagi gurih dari gorengannya yang berhasil mengalihkan hasratku dari sarapan pagi dengan nasi padang.
Rasa yang dikecap lidahku tak pernah berdusta. Gorengannya enak, gurih, dan wangi. Harganya murah, 1000 per biji. Itu juga sebabnya aku sampai nekat nambah lagi gorengannya. Very worth it, ceuk bule mah. Sayang goreng pisangnya belum matang. Walaupun matang juga rasanya tak sanggup lagi untuk makan.
Dawetnya seger banget |
Aku nekat menambah satu mangkuk dawet lagi. Tentu saja dengan iringan sepiring gorengan hangat kembali. Sungguh sangat candu, menikmati keduanya di atas bangku kayu dikelilingi pemandangan syahdu dari ladang tebu.
Sementara itu, warung bagian dalam makin penuh dengan para bapak yang istirahat kerja. Kebanyakan dari mereka memesan dawet dan makan nasi bungkus seharga 7 ribu yang tersedia di meja. Isi nasi bungkusnya lumayan membantu menahan lapar hingga sesi makan berikutnya. Aku bisa mengatakan hal ini karena sempat membeli juga untuk ransum hingga malam tiba.
Tempat Nongkrong Segala Usia
Tak lama menikmati suasana, hanya setengah jam, tapi terlihat pelanggan terus berdatangan. Seperti magnet saja warung dawet ini. Selalu saja ada yang mampir untuk menikmati suasana warungnya. Seketika aku berceletuk, "tempat kayak gini pasti idolanya kaum emak. Enak dipake buat arisan."
Tempat nongkrong asyik dengan suasana desa |
Masih basah bibir aku, tiba-tiba saja ada beberapa motor yang menepi. Sekitar 5 orang perempuan paruh baya langsung memesan dawet begitu turun dari kendaraannya. Mereka mengambil bangku kayu yang tak jauh posisinya dari tempat dudukku. Aku mengamati, dawet dan gorengan memang jadi favorit para pengunjung warung ini.
Seorang pengunjung perempuan yang aku amati menangkap basah mataku. Seketika kami bertukar senyum dan tawa. "Ini lagi ngitung habis apa saja," celetuknya sambil memperlihatkan kalkulator di hapenya. Aku menanggapinya dengan senyum lebar. Teringat pesananku yang juga belum dibayar. Ini gawat! Semakin lama di tempat ini, bisa semakin banyak aku nambah pesanan.
Mau tua ataupun muda, pasti punya pendapat yang sama denganku. Warung dawet 3000 ini cocok untuk tempat nongkrong segala usia. Sayang jam bukanya tidak terlalu lama. Biasanya siang juga sudah habis persediaan dawetnya. Jadi untuk kamu yang mau berburu sensasi minum dawet di tepi ladang harus datang lebih dini. Sekitar jam 9 pagi pas sekali menurutku.
1 Komentar
Beuuughhhh ini kalo aku disana bakal kalap juga kayaknya mbaaa 🤣. Mana harga murah. Ga akan ketemu mau ngubek2 kota jakarta dawet seharga itu 😃😁.
BalasHapusKemarin itu pas ke Batu, aku diarahin jalan lewat kediri. Tp numpang lewat aja, ga ada mampir . Kalo bisa mampir udah wiskulan juga di sana😄
Halo, dilarang spam yah. Maaf, kalau ada komentar tidak pantas mimin bakal langsung hapus.